Tersebutlah di sebuah daerah yang terpencil, disana terdapat
sebuah daerah yang sangat religious. Penduduknya hidup bertani. Tepat ditengah
tengah desa tersebut ada sebuah pohon yang sangat besar, mungkin sudah ratusan
tahun atau ribuan tahun pohon tersebut hidup. Namun di balik ketenangan
kehidupan masyarakat tersebut ada api yang bisa saja menyulut perpecahan di
dalam desa tersebut.
Meskipun daerah yang religious, akan tetapi masyarakat desa
tersebut masih belum bisa mengenal Tuhan secara utuh, mereka menganggap bahwa
keberadaan pohon tersebut disalah artikan sehingga banyak masyarakat yang
meminta pada pohon tersebut keberkahan. Masyarakat sebelah barat pohon
menganggap merekalah yang berhak menguasai pohon tersebut, begitu pula
sebaliknya.
Hingga suatu ketika daerah tersebut mengalami kekeringan
yang luar biasa, rakyat awalnya hidup rukun kini menjadi egois dan mementingkan
kehidupan sendiri sendiri. Masyarakat semakin banyak yang meminta pertolongan
pada pohon tersebut, mereka berebutan untuk mendekati pohon tersebut. Sehingga
terjadi perkelahian antar warga.
Disaat perkelahian masih berlangsung muncullah seorang kyai
yang menyerukan untuk menghentikan perkelahian tersebut. Warga pun terhenyak.
Disaat itu pula sang kyai mengangkat tangannya sembari memanjatkan doa.
Tiba-tiba terdengarlah suara petir menggelegar, diikuti hujan yang sangat
lebat, warga pun lari ke rumah masing-masing. Kemudian datanglah banjir besar
ang membelah dua pohon tersebut. Dan meninggalkan bekas aliran banjir, pohon
tersebut membelah kebarat dan ketimur.
Keesokan harinya warga pun
berduyun-duyun mendatangi pohon tersebut, pohon tersebut terbelah menjadi dua
(bahasa Madura bellah due ). Wrga pun
lama lama menyebutnya “Bladue”. Daerah yang terbelah disebelah barat pohon
dinamakan Blado Kulon dan yang sebelah timur menjadi Desa Blado Wetan
0 komentar:
Posting Komentar